Tugas Mulia

https://i.pinimg.com/originals/b0/cb/20/b0cb202b961f825ed70b66da2783328a.jpg
Source : Pinterest

 Apa yang pertama kau rasakan ketika mimpi indahmu dimalam hari harus dikacaukan oleh suara tembakan senapan dan tembakan meriam? Tentunya hal itu yang aku rasakan setiap hari di kota Bandung. Dan mungkin kalian bertanya-tanya mengapa aku mengalami hal itu. Aku adalah seorang pejuang kemerdekaan yang hanya mampu untuk tidur di  pelataran masjid. Namaku adalah Ramdan.

Aku mempunyai seorang sahabat yang juga seorang pejuang kemerdekaan bernama Toha. Dia adalah sahabat yang sangat berarti bagiku. Kita pertama kali bertemu disaat aku mendapat penugasan dari kolonel Abdul Haris Nasution ke kota Jepara. Disaat itu aku bertemu dengan Toha untuk pertama kali dan memulai pertemanan kita di kota Jepara.

Ketika kami berdua berada di Bandung untuk penugasan, jumlah uang yang kami miliki hanya berkisar 50 Rupiah saja. “bung, apa yang bisa kita beli di sini untuk mencukupi kebutuhan kita?”, tanya Toha. ”Aku tidak tahu bung…tapi percayalah bahwa tanpa uang pun kita masih bisa bertahan hidup disini. Sebelum itu mari kita cari masjid terdekat desa karanganyar ini”, kataku. Saat itu aku sedang berpikir bagaimana cara mendapatkan uang dengan cepat. Karena dimasa itu divisi III TRI yang ada di Bandung sedang kekurangan dana untuk membeli persenjataan, maka kita pun tidak mendapat gaji yang lebih dari 50 Rupiah per orang.  

Untungnya, aku dan Toha akhirnya berkenalan dengan seorang ustad bernama Ustad Sudiro. Dialah orang yang berbaik hati memberikan kita tumpangan di masjid dan memberi kita makan siang setiap hari sebelum akhirnya dia juga ikut diungsikan menuju kota Jakarta.

Ketika dipagi hari, kami pergi ke markas besar TKR di tengah kota untuk mendapat arahan dari Komandan divisi III TRI. Saat itu aku mendengar bunyi gebrakan meja disertai dengan teriakan- teriakan yang sangat lantang. ”Itu adalah ide bunuh diri jika kita tetap mempertahankan kota Bandung!”, teriak salah satu komandan. “Aku tidak akan mengubah keputusanku sekalipun jenderal MacDonald mengirim ultimatum tersebut!”, ujar komandan yang lain. “Apakah kamu sudah gila bung?...kita sudah kehilangan kota Bandung selatan. Apakah kita juga harus mempertahankan kota Bandung utara yang sudah tidak memiliki harapan untuk dipertahankan?...lihatlah berapa banyak pasukan yang kita korbankan untuk mempertahankan Bandung selatan dikala itu!”, bentak salah satu komandan.

Suasana musyawarah berubah menjadi semakin panas dan para pejuang mulai mengeluarkan pistol mereka dengan tujuan saling mengancam. Dengan berani, Toha pun mendobrak dan menyeruak masuk ke dalam markas besar. “jangan Toha!...apa kau sudah tidak waras?...apakah kau tidak mendengar apa yang mereka lakukan?”, kataku. “inilah satu-satunya cara untuk menghentikan pertengkaran mereka bung!”, sahut Toha. Aku hanya bisa diam saat Toha mendobrak pintu utama dan mengejutkan para pemuda yang sedang bertengkar. Mereka pun berhenti sejenak dan mencoba mencerna apa yang telah terjadi. Toha berusaha mendamaikan suasana sehingga musyawarah bisa dilanjutkan dengan baik.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sangat besar sehingga saat itu ruangan bergetar dengan kuat dan seluruh pasukan di dalam Gedung segera disiagakan. Mereka mengambil senjata masing-masing dan memasang posisi siaga untuk berjaga apabila tentara Inggris datang menyerbu. Namun apa yang mereka tunggu selama 30 menit akhirnya tidak terjadi. Disaat itu musyawarah dilanjutkan kembali.

Seusai musyawarah, Toha datang dengan wajah yang muram. Aku pun mulai mencurigai hasil rapat yang dibicarakan tadi. “apa yang terjadi bung??...bagaimana hasil rapatnya tadi?”, tanyaku. Toha hanya menjawab dengan kalimat bahasa Belanda yaitu “Wees niet bang om te sterven!”, kata Toha. Kemudian Toha pergi ke kamar masjid mendahului aku yang masih merenung. Aku pun terperangah dan mencoba memahami arti ketiga kata tersebut. Aku baru sadar bahwa dia meninggalkanku di tengah jalan. Dan akhirnya aku bergegas kembali ke masjid.

Malam harinya, aku beranikan diri untuk bertanya pada Toha. “Apa maksud perkataanmu tadi siang bung?”, tanyaku pada Toha. “Besok jam 2 pagi, rakyat di kota Bandung selatan akan dievakuasi menuju kota Jakarta. Aku dan kamu mendapat tugas untuk membawa empat granat menuju gedung mesiu di Jalan Minahasa”, kata Toha. “granat berjumlah empat...apa gunanya bung?”, tanyaku amat penasaran. “kita akan meledakkan gedung mesiu tersebut ditengah hari tepat jam dua belas siang. Itu adalah perintah komandan dan juga pilihan terakhir untuk menyelamatkan kota Bandung”.

Aku terkejut luar biasa dan tidak menyangka akan mendapat tugas berat ini. Malam itu pula, aku tidak bisa tidur memikirkan tugas ‘berat’ tersebut. Akhirnya aku salat di sepertiga malam. “ Ya Allah, Engkau tahu apa yang terbaik untuk hamba-hambamu…Engkau juga tahu apa yang terbaik bagi kota Bandung selatan. Maka Ya Allah, sertailah hambamu dan juga Toha untuk melaksanakan tugas tersebut”. Aku pun akhirnya tertidur selama 2 jam saja.

Saat dini hari waktu ayam bahkan belum berkokok, terlihat barisan panjang warga Bandung yang meninggalkan kota Bandung menuju Jakarta. Toha pun segera terbangun dan kami berdua segera salat subuh. Setelah selesai salat, kami mengambil pakaian seadanya dan mengambil empat granat tersebut. Aku membawa dua dan Toha membawa dua pula.

Kami pergi menuju Gudang mesiu dan segera bergegas masuk melalui saluran air supaya tidak diketahui oleh tentara Inggris yang berjaga di situ. Akhirnya kami sampai diruang tengah dimana tumpukan karung bubuk mesiu yang kering sedang diletakkan.

Namun kami terpaksa bersembunyi ketika ada seorang tentara Inggris masuk ke dalam Gudang untuk mengecek mesiu yang tersedia. Dan ketika dia pergi, kami melangkah menuju titik tengah ruangan yang sangat sunyi dan sepi.

 Disaat itu secara bersamaan, aku dan Toha melepas pengunci granat dan membuangnya. Kami akhirnya berteriak “INDONESIA MERDEKA!” yang juga merupakan ucapan terakhir kami sembari menekan pelatuk granat untuk meledakkannya. Maka terjadilah ledakan yang sangat besar dan api segera melalap seluruh kota Bandung selatan

Kota Bandung dengan cepat segera terbakar hangus tak tersisa. Hanya abu, asap, dan kisah kamilah yang akan dikenang sepanjang masa.

 JS

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kupas Hoax Tentang Uang!

Benarkah hidup ini kejam?

Generation Gap? Opo maneh iku? O_o